Daftar Isi
Pendahuluan
MTA dan NU adalah dua organisasi Islam yang memiliki peran penting dalam masyarakat Indonesia. Meskipun keduanya berada dalam konteks Islam, terdapat perbedaan signifikan antara MTA (Majelis Tafsir Al-Qur’an) dan NU (Nahdlatul Ulama). Artikel ini akan membahas perbedaan-perbedaan tersebut dengan lebih rinci.
Sejarah MTA
Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) adalah sebuah organisasi yang didirikan pada tahun 2004 oleh Habib Rizieq Shihab. MTA bertujuan untuk mengajarkan dan menjelaskan tafsir Al-Qur’an berdasarkan pemahaman Salafus Shalih (generasi terbaik umat Islam, yaitu Rasulullah dan para sahabatnya).
Sejarah NU
Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi Islam yang didirikan pada tahun 1926 oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari. NU merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan jumlah anggota yang mencapai puluhan juta orang. Tujuan utama NU adalah menjaga, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Pemahaman Al-Qur’an
Salah satu perbedaan mendasar antara MTA dan NU terletak pada pemahaman terhadap Al-Qur’an. MTA lebih menekankan pada pemahaman tafsir Al-Qur’an berdasarkan Salafus Shalih, sementara NU menggunakan metode tafsir Al-Qur’an yang lebih terbuka dengan mempertimbangkan konteks sejarah dan perkembangan zaman.
Metode Kajian
MTA lebih mengedepankan metode kajian yang berpusat pada pengajaran langsung dari kitab suci, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Mereka menekankan pentingnya memahami ayat-ayat Al-Qur’an secara harfiah dan mengacu pada pemahaman para salaf sebagai panduan utama. Sementara itu, NU juga menggunakan metode kajian yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis, namun lebih memperhatikan konteks sosial, budaya, dan hukum yang berlaku saat ini.
Peran dalam Masyarakat
MTA memiliki peran utama dalam memberikan pengajaran Al-Qur’an secara khusus kepada umat Islam. Mereka sering mengadakan kajian-kajian kitab suci dan mengajarkan pemahaman Salafus Shalih kepada masyarakat. Sedangkan NU memiliki peran yang lebih luas dalam masyarakat, seperti mengurus masjid-masjid, pendidikan, kesehatan, dan berbagai kegiatan sosial lainnya.
Perbedaan dalam Pemahaman Fiqih
MTA cenderung mengikuti mazhab fiqih Salafus Shalih, seperti Mazhab Syafi’i atau Hanbali. Mereka berpegang pada kitab-kitab klasik yang ditulis oleh ulama-ulama terdahulu. Sementara itu, NU mengikuti Mazhab Syafi’i, namun juga lebih terbuka terhadap pandangan dari mazhab-mazhab lain dalam menentukan hukum-hukum fiqih.
Keanggotaan
MTA adalah organisasi yang terbuka untuk semua umat Islam yang ingin mempelajari tafsir Al-Qur’an berdasarkan Salafus Shalih. Mereka tidak memiliki kriteria keanggotaan tertentu dan siapapun dapat mengikuti kajian-kajian mereka. Sedangkan NU memiliki keanggotaan yang lebih terstruktur dengan sistem kepengurusan yang jelas, sehingga setiap anggota NU diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi.
Penutup
Dalam perbedaan antara MTA dan NU, tidak ada yang secara mutlak benar atau salah. Keduanya memiliki peran penting dalam memperkuat pemahaman dan pengamalan agama Islam di Indonesia. MTA fokus pada pemahaman tafsir Al-Qur’an berdasarkan Salafus Shalih, sedangkan NU mengambil pendekatan yang lebih luas dengan mempertimbangkan konteks sosial dan perkembangan zaman. Apapun pilihan yang diambil, yang terpenting adalah menjaga kebersamaan dan kesatuan dalam kerangka ukhuwah Islamiyah.